Kemuning (23)(153)
Kemuning (23)(153)
🌷💖💖🌷
Menjelang siang, mobil Faisal memasuki halaman rumahnya. Kemuning yang duduk di sampingnya terkesima menyaksikan kesederhaan rumah orang tua Abangnya. Rumah mungil yang asri. Kiri kanan halaman ditumbuhi pohon rindang. Kolam kecil di sudut taman terhias air gemericik menambah kenyamanan. Bangku-bangku kecil yang ada di samping kolam sepertinya jadi tempat yang paling enak untuk berbincang. Sementara batu-batu besar berada di tengah kolam, bisa sebagai tempat bercengkerama para ikan. Ya, hari itu Kemuning untuk pertama kalinya hendak diperkenalkan kepada Ayah Bunda Abangnya.
Setelah mobil berhenti, Faisal dengan cekatan membukakan pintu untuk Kemuning.
“Silakan, Tuan Putri.”
“Terima kasih, Bang,” jawab Kemuning dengan senyum manisnya.
Mereka pun disambut Ir. Arifin dan Bu Aminah, ayah bunda Faisal. Dengan takzim, Kemuning menyalami Bu Aminah seraya mencium punggung tangan perempuan paruh baya itu. Usianya tak berbeda jauh dari ibunya. Perempuan yang dipanggil Bunda oleh Abangnya itu tanpa sungkan memeluk Kemuning dengan sayang. Di antara canggung dan hormat, Kemuning sangat menikmati pelukan calon ibu mertuanya itu. Sementara Faisal dan ayahnya menyaksikan pemandangan itu dengan senyum bahagianya.
Obrolan panjang lebar pun tercipta di ruang tamu yang serba harum itu. Kemuning merasakan suasana yang berbeda. Aroma khas parfum negara Arab sangat kental tercium. Tak ada hiasan dinding yang bisa Kemuning temukan di ruang tamu mungil itu. Dindingnya dipenuhi kaligrafi yang mengutip beberapa ayat pendek sebagai penyemangat penghuni rumah itu. Sementara di sudut ruangan ada rak buku yang dipenuhi buku-buku dengan beberapa jenis. Sekilas Kemuning bisa menangkap deretan kitab berjajar di rak itu. Rak itu sejajar dengan dinding di belakangnya. Seolah rak itu sebagai pembatas.
“Bagaimana perjalanannya, Nak? Jauh ya,” tiba-tiba Pak Arifin bertanya kepada Kemuning.
“Alhamdulillah, lumayan Pak,” jawab Kemuning.
“Berapa jam perjalanan?”
“Sekitar lima jam, Pak.”
“Istirahat saja dulu. Silakan ajak Nak Kemuning ke kamarnya, Fa,” perintah Pak Arifin kepada Faisal, putra keduanya itu.
“Jangan saya yang ngajak, Yah. Bisa bahaya. Masak harus ngajak ke kamar sekarang. Emang boleh, Yah?” jawab Faisal sambil tertawa.
“Hmm! Kamu ya..,” tukas Bundanya seraya memeluk Kemuning untuk diajak beristirahat di kamar.
“Nah, kalau Bunda baru pas. Ini yang bener, ya nggak Yah?” celoteh Faisal sambil bermain mata dengan ayahnya. Pak Arifin hanya tersenyum.
“Kamu bisa saja. Sukanya bikin anak orang malu. Tuh lihat! Pipinya perempuanmu merona,” bisik Pak Arifin.
“Bunda! Bunda dengar apa kata Ayah? Ayah bilang Kemuning cantik. Gimana tuh Bun?” Faisal masih saja menggoda.
“Faisal dan Ayah sama saja. Nggak kasihan apa sama anak orang yang cantik ini. Lihat nih! Pipinya memerah menahan malu tuh,” rupanya Bu Aminah nggak mau kalah menggoda Kemuning.
“Benarkah? Tolong cubitkan untukku, Bun!” teriak Faisal.
”Eh! Genit ya,” sambung Bundanya.
“Ya sudah, kalau nggak boleh cubit, cium deh. Tolong ya Bun.”
Kali ini Pak Arifin nggak bisa tinggal diam.
“Hmm! Faisal, ingat! Dia punya ibu, kamu punya ibu dan adik perempuan. Berlakulah yang sopan pada perempuan.”
“Siap, Bos! Gurau ja,” sahut Faisal, “biar nggak tegang tuh gadisku.”
Pak Arifin dan Bu Aminah pun tersenyum lega. Anak keduanya itu telah menunjukkan etika yang baik pada teman perempuannya. Sejak kecil, Faisal telah ditanamkan untuk selalu menyayangi kakak dan adiknya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Faisal pun memiliki tanggung jawab yang sama seperti ayahnya terhadap ibu, kakak, dan adiknya. Tiga perempuan di rumahnya, Bundanya, Kak Nesa, dan Dik Linda sering dia bercandai dengan gurauan yang khas. Candaan dan gurauan itulah yang membentuk jiwanya penuh kasih kepada siapa saja.
Kemuning pun berbahagia dipilih Faisal untuk menjadi bagian dari keluarganya. Rasa bahagia itu dirasakan membuncah seperti hendak menelan jiwa kerdilnya. Setelah masuk kamar, sedianya pingin istirahat. Namun rasa bahagianya melarang matanya untuk terpejam walau sesaat. Lelah punggungnya setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih lima jam, pun tak dirasa. Kedua orang tua Abangnya telah menerima keberadaannya dengan baik. Ini sudah membuat Kemuning bersyukur. Sangat bersyukur. #🌷
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
egk sabar, menunggu episode selanjutnya
Terima kasih sdh berkenan menunggu Bu.
Kemuning yang bahagia di tempat yang menyenangkan. Pagi membaca ini jadi ikut bahagia, Bun.
Alhamdulillah, syukurlah kalau kisah ini bisa membahagiakan. Terima kasih apresiasinya Cikgu.
Bahagianya Kemuning
Terima kasih Bun.
Bahagianya kemuning
Alhamdulillah, terima kasih Bun.
Bahagianya kemuning
Dah..ikutan bahagia aja..barakallah
Alhamdulillah, bahagia semuanya. Terima kasih Pak.
Tinggal menunggu hari baiknya ini. Ditunggu lanjutannya jeng. Barokallah
Insyaallah, semoga nggak lama lagi. Terima kasih apresiasinya, Umi cantik.
Lanjut episode berikutnya. Gak sabar bu....
Ikuti terus ya Bun..
Cerita yang bagus
Terima kasih Pak.
Alhamdulillah, alangkah bahagianya kemuning
Alhamdulillah, terima kasih Bu.
Hari yang bahagia....asyik
Alhamdulillah, terima kasih Pak.
Hari yang bahagia....asyik
alhamdulillah....keren
Terima kasih Pak.